Sanksi telah menunggu bagi pemerintah desa (Pemdes) yang tidak menganggarkan dan melaksanakan kegiatan Bantuan Langsung Tunai (BLT) desa dari Dana Desa (DD). Apalagi sampai BLT desa tersebut tidak disalurkan ke warganya yang terkena dampak Covid-19.
Kasi Bank Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Mukomuko, Romeo Juniato, SE menyatakan, sanksi bagi pemdes berupa penghentian penyaluran DD tahap III tahun anggaran 2020. Artinya, pemdes tidak akan dapat membelanjakan DD tahap III, meskipun syarat pencairan untuk DD tahap III lengkap.
“Ada sanksi bagi desa yang tidak melaksanakan. Sanksinya sangat jelas. Pemdes yang tidak menganggarkan dan tidak melaksanakan kegiatan BLT desa, dikenakan sanksi berupa penghentian penyaluran DD tahap III tahun anggaran berjalan,” tegas Romeo.
Bahkan sanksi lebih berat bagi pemdes yang desanya sudah berstatus Desa Mandiri. Sanksi berupa pemotongan DD hingga 50 persen, untuk DD yang akan disalurkan pada tahap II tahun anggaran berikutnya. Artinya, pemdes hanya menerima dana 20 persen dari pengajuan tahap II sebesar 40 persen dari pagu.
“Sanksi ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 40 Tahun 2020, Tentang Perubahan PMK Nomor 205 Tahun 2019 Pengelolaan DD,” kata Romeo.
Ia menambahkan, sesuai PMK tersebut, bahwa terkait kegiatan BLT Desa, kepala desa adalah orang yang paling bertanggungjawab. Baik itu atas penggunaannya maupun dalam pelaksanaan penyalurannnya. Sehingga kades diharapkan tidak main-main dengan kegiatan BLT Desa.
“Kepala desa yang bertanggungjawab. Pemerintah daerah hanya dapat melakukan pendampingan atas penggunaan dana BLT Desa,” jelasnya.
Tambah Romeo, guna memudahkan pemdes mewujudkan BLT desa, KPPN hanya membutuhkan tambahan syarat peraturan kelapa desa (Perkades) mengenai penetapan warganya penerima BLT desa. Sedangkan untuk dokumen perubahan RKPDes dan APBDes yang sudah mencantumkan anggaran BLT desa, baru disyaratkan wajib ada saat pengajuan pencairan DD tahap ketiga.
Sumber : s.id/gKCM-